Rabu, 28 Januari 2015

berita tentang perindustrian pada sda



Berita :

Hilirisasi Industri SDA Jadi Keharusan


JAKARTA - Hilirisasi industri yang berbasis sumber daya alam (SDA) dibutuhkan untuk mendukung pengembangan sektor-sektor industri lainnya di dalam negeri.

Indonesia yang kaya SDA selama ini dinilai kurang memperoleh manfaat dari potensi tersebut karena kebanyakan hasil tambang ataupun sumber daya alam lain diekspor dalam bentuk mentah. Menteri Perindustrian MS Hidayat mencontohkan, industri hilir berbasis nikel seperti stainlesssteel dan nickelalloy saat ini belum tumbuh sehingga Indonesia bergantung sepenuhnya pada impor.

Padahal, kebutuhan sejumlah sektor industri akan produk-produk nikel itu sangat besar. Sektorsektor industri yang membutuhkan produk itu antara lain adalah konstruksi,minyak dan gas,automotif,elektronika,permesinan, dan jalur kereta api. "Sementara,dalam beberapa tahun terakhir justru terjadi ekspor besar-besaran bijih nikel yakni sebesar 33 juta ton pada tahun lalu, atau meningkat delapan kali dibandingkan tahun 2008," kata Hidayat dalam jumpa pers di Kemenperin, Jakarta, kemarin.

Hidayat mengatakan, saat ini memang sudah ada industri yang mengolah bijih nikel menjadi ferronickel dan nickel matte. Namun, kapasitas produksinya masih terbatas yakni 80.000 ton,dan itu pun seluruhnya diekspor. Salah satu alasan belum berkembangnya industri pengolahan barang tambang mineral adalah belum adanya kepastian ketersediaan bahan baku untuk jangka panjang.

Karena itu, diharapkan kebijakan pembatasan ekspor akan menjamin ketersediaan suplai jangka panjang yang memacu pertumbuhan industri pengolahan. Terkait itu pula,pemerintah memprioritaskan pengembangan industri berbasis mineral logam berupa besi baja, aluminium ,nikel, dan tembaga. Pasalnya, penggunaan produk-produk itu sangat luas.Untuk industri besi baja, kata Hidayat, cadangan terbukti bijih besi (iron ore) yang ada adalah sekitar 115 juta ton.

Namun, tahun lalu ekspor bijih besi mencapai 13 juta ton atau meningkat tujuh kali dibandingkan dengan 2008 pada saat belum diberlakukannya UU No 4/2009 tentang Mineral dan Batubara. "Apabila kondisi ini tidak dikendalikan, maka diperkirakan cadangan bijih besi akan habis dalam waktu sembilan tahun. Kondisi ini tidak mendorong tumbuhnya industri besi baja dalam negeri," tuturnya.

Sementara untuk aluminium, ekspor bijih bauksit pada tahun lalu mencapai 40 juta ton, atau naik lima kali lipat dibandingkan 2008. Cadangan terbukti bauksit yang sebesar 180 juta ton diperkirakan akan habis dalam empat hingga lima tahun ke depan apabila tidak dilakukan pengendalian. Tanpa itu juga, industri aluminium di dalam negeri tidak akan tumbuh. Padahal, industri aluminium adalah industri terpenting kedua setelah industri besi baja.

Sementara, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia bidang Industri, Riset, dan Teknologi Bambang Sujagad mengatakan, pihaknya mendukung program hilirisasi industri berbasis SDA.ââ¬ÅKami akan membentuk tim bersama untuk penyusunan road map soal program ini, termasuk akan menggandeng PLN. Karena, berbicara soal pembangunan smelter pengolahan dan pemurnian berarti terkait pasokan listrik,ââ¬Âkata Bambang.

Wakil Ketua Umum Kadin bidang Perdagangan, Distribusi, dan Logistik Natsyir Mansyur menambahkan, yang terpenting saat ini adalah pihaknya fokus berupaya agar investasi pembangunan smelter bisa berjalan. Terkait rencana Jepang menggugat kebijakan pembatasan ekspor ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), Hidayat menegaskan bahwa pihaknya tidak menahan ekspor dengan menetapkan bea keluar bahan mineral .

"Itu adalah demi kepentingan nasional. Memang, ada pihak-pihak yang keberatan dan akan membawa ini ke sidang WTO. Tidak apa-apa. Itu hak mereka. Kita siapkan lawyer-lawyer skala internasional dan sudah atur strategi untuk itu," tegasnya.

Terpisah, Pelaksana tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Bambang Brodjonegoro menilai sikap Jepang yang mempermasalahkan bea keluar barang tambang mineral dan non-mineral tidak tepat.

Bambang menegaskan, aturan itu tidak dimaksudkan untuk melarang ekspor barang tambang, tetapi lebih pada pengenaan hambatan ekspor sehingga tidak melanggar ketentuan WTO. "Kita nggak melarang, tapi mengenakan hambatan ekspor," tandas Bambang.

sumber : Seputar Indonesia Pagi

Komentar : seharusnya untuk ekspor SDA, kementrian SDA harus mementingkan kebutuhan masyarakat indonesia dahulu, kemudian jika mencukupi kementrian SDA bisa mengekspor dengan harga tinggi dan membuat SDA di Indonesia jadi lebih baik lagi

Saran : kalo menurut saya pemerintah harus ambil sikap kalau mau SDA kita tetap terjaga dan tidak kekurangan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar