Berita :
Hilirisasi Industri SDA Jadi
Keharusan
JAKARTA - Hilirisasi industri
yang berbasis sumber daya alam (SDA) dibutuhkan untuk mendukung pengembangan
sektor-sektor industri lainnya di dalam negeri.
Indonesia yang kaya SDA
selama ini dinilai kurang memperoleh manfaat dari potensi tersebut karena
kebanyakan hasil tambang ataupun sumber daya alam lain diekspor dalam bentuk
mentah. Menteri Perindustrian MS Hidayat mencontohkan, industri hilir berbasis
nikel seperti stainlesssteel dan nickelalloy saat ini belum tumbuh sehingga
Indonesia bergantung sepenuhnya pada impor.
Padahal, kebutuhan sejumlah
sektor industri akan produk-produk nikel itu sangat besar. Sektorsektor
industri yang membutuhkan produk itu antara lain adalah konstruksi,minyak dan
gas,automotif,elektronika,permesinan, dan jalur kereta api.
"Sementara,dalam beberapa tahun terakhir justru terjadi ekspor
besar-besaran bijih nikel yakni sebesar 33 juta ton pada tahun lalu, atau
meningkat delapan kali dibandingkan tahun 2008," kata Hidayat dalam jumpa
pers di Kemenperin, Jakarta, kemarin.
Hidayat mengatakan, saat ini
memang sudah ada industri yang mengolah bijih nikel menjadi ferronickel dan
nickel matte. Namun, kapasitas produksinya masih terbatas yakni 80.000 ton,dan
itu pun seluruhnya diekspor. Salah satu alasan belum berkembangnya industri
pengolahan barang tambang mineral adalah belum adanya kepastian ketersediaan
bahan baku untuk jangka panjang.
Karena itu, diharapkan
kebijakan pembatasan ekspor akan menjamin ketersediaan suplai jangka panjang
yang memacu pertumbuhan industri pengolahan. Terkait itu pula,pemerintah
memprioritaskan pengembangan industri berbasis mineral logam berupa besi baja,
aluminium ,nikel, dan tembaga. Pasalnya, penggunaan produk-produk itu sangat
luas.Untuk industri besi baja, kata Hidayat, cadangan terbukti bijih besi (iron
ore) yang ada adalah sekitar 115 juta ton.
Namun, tahun lalu ekspor
bijih besi mencapai 13 juta ton atau meningkat tujuh kali dibandingkan dengan
2008 pada saat belum diberlakukannya UU No 4/2009 tentang Mineral dan Batubara.
"Apabila kondisi ini tidak dikendalikan, maka diperkirakan cadangan bijih
besi akan habis dalam waktu sembilan tahun. Kondisi ini tidak mendorong
tumbuhnya industri besi baja dalam negeri," tuturnya.
Sementara untuk aluminium,
ekspor bijih bauksit pada tahun lalu mencapai 40 juta ton, atau naik lima kali
lipat dibandingkan 2008. Cadangan terbukti bauksit yang sebesar 180 juta ton
diperkirakan akan habis dalam empat hingga lima tahun ke depan apabila tidak
dilakukan pengendalian. Tanpa itu juga, industri aluminium di dalam negeri
tidak akan tumbuh. Padahal, industri aluminium adalah industri terpenting kedua
setelah industri besi baja.
Sementara, Wakil Ketua Umum
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia bidang Industri, Riset, dan
Teknologi Bambang Sujagad mengatakan, pihaknya mendukung program hilirisasi
industri berbasis SDA.“Kami akan membentuk
tim bersama untuk penyusunan road map soal program ini, termasuk akan menggandeng
PLN. Karena, berbicara soal pembangunan smelter pengolahan dan pemurnian
berarti terkait pasokan listrik,â€Âkata Bambang.
Wakil Ketua Umum Kadin bidang
Perdagangan, Distribusi, dan Logistik Natsyir Mansyur menambahkan, yang
terpenting saat ini adalah pihaknya fokus berupaya agar investasi pembangunan
smelter bisa berjalan. Terkait rencana Jepang menggugat kebijakan pembatasan
ekspor ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), Hidayat menegaskan bahwa pihaknya
tidak menahan ekspor dengan menetapkan bea keluar bahan mineral .
"Itu adalah demi
kepentingan nasional. Memang, ada pihak-pihak yang keberatan dan akan membawa
ini ke sidang WTO. Tidak apa-apa. Itu hak mereka. Kita siapkan lawyer-lawyer
skala internasional dan sudah atur strategi untuk itu," tegasnya.
Terpisah, Pelaksana tugas
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Bambang Brodjonegoro menilai sikap Jepang
yang mempermasalahkan bea keluar barang tambang mineral dan non-mineral tidak
tepat.
Bambang menegaskan, aturan
itu tidak dimaksudkan untuk melarang ekspor barang tambang, tetapi lebih pada
pengenaan hambatan ekspor sehingga tidak melanggar ketentuan WTO. "Kita
nggak melarang, tapi mengenakan hambatan ekspor," tandas Bambang.
sumber : Seputar Indonesia
Pagi
Komentar : seharusnya untuk
ekspor SDA, kementrian SDA harus mementingkan kebutuhan masyarakat indonesia
dahulu, kemudian jika mencukupi kementrian SDA bisa mengekspor dengan harga
tinggi dan membuat SDA di Indonesia jadi lebih baik lagi
Saran : kalo menurut saya
pemerintah harus ambil sikap kalau mau SDA kita tetap terjaga dan tidak
kekurangan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar